LAMANINDO.COM–Rumah bukan hanya tempat berlindung, melainkan bagian dari kehidupan kota yang layak, terhubung, dan berdaya. Itulah pesan kuat yang disampaikan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan, saat tampil sebagai pembicara kunci dalam diskusi tematik “Homes Within Reach: Pathing Our Way to Affordable, Connected Urban Living” di ajang International Conference on Infrastructure (ICI) 2025, Kamis (12/6), di Jakarta International Convention Center (JICC).
Dalam forum prestisius tersebut, Ossy membeberkan tiga pilar strategi nasional dalam menjawab tantangan penyediaan hunian terjangkau di perkotaan, yakni: Konsolidasi Tanah, Transit Oriented Development (TOD), dan Perencanaan Spasial Terpadu. Ketiganya dirancang bukan hanya untuk menjawab persoalan harga rumah, tetapi juga memperbaiki cara kita membangun kota secara menyeluruh.
“Rumah terjangkau bukan sekadar persoalan harga, tapi tentang keadilan sosial dan martabat manusia. Karena itu, kami memastikan pendekatannya lintas sektor dan berbasis ruang,” tegas Wamen Ossy.
Menurutnya, salah satu hambatan terbesar dalam pembangunan hunian layak adalah keterbatasan lahan yang terjangkau dan bebas sengketa. Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian ATR/BPN mengedepankan pendekatan Konsolidasi Tanah, sebagaimana diatur dalam Permen ATR/Kepala BPN No. 12 Tahun 2019 dan No. 18 Tahun 2024.
“Dengan konsolidasi tanah, bidang-bidang yang terfragmentasi bisa diorganisasi menjadi kawasan yang terencana. Ini bukan hanya membuka akses terhadap tanah, tapi juga membuka ruang bagi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan,” jelasnya.
Strategi kedua adalah penerapan Transit Oriented Development (TOD)—pengembangan kawasan berbasis transportasi publik. Wamen Ossy menyebut proyek-proyek seperti Dukuh Atas dan Harmoni di Jakarta sebagai contoh nyata bagaimana TOD bisa menjadi jawaban atas fragmentasi kota.
“TOD bukan sekadar solusi tata ruang, tapi solusi keadilan. Ketika orang tinggal dekat dengan pekerjaan dan layanan publik, mereka tidak lagi harus mengorbankan waktu dan uang untuk mobilitas,” ujarnya.
Pilar terakhir adalah penyelarasan perencanaan spasial dengan kebijakan perumahan nasional. Menurut Ossy, sistem geospasial yang dimiliki kementeriannya memungkinkan sinkronisasi data dan kebijakan lintas sektor, termasuk aspek lingkungan, risiko bencana, hingga potensi ekonomi lokal.
“Kita tidak boleh membangun rumah di tempat yang salah. Rumah harus hadir di tempat yang aman, terhubung, dan memiliki nilai hidup jangka panjang,” tandasnya.
Menutup paparannya, Wamen ATR/Waka BPN mengajak seluruh pemangku kepentingan—pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil—untuk mewujudkan kota yang inklusif dan berkelanjutan.
“Kita tidak sedang membangun rumah. Kita sedang membangun masa depan kota yang manusiawi,” pungkas Ossy Dermawan, disambut tepuk tangan peserta konferensi.
Selain Wamen ATR/Waka BPN, diskusi tematik ini juga menghadirkan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah sebagai pembicara kunci lainnya. Hadir sebagai narasumber: Deputi Kemenko Infrastruktur Ronny Hutahayan, Direktur Manajemen Risiko Perumnas Nixon Sitorus, serta perwakilan JICA Mori Hiromitsu.
Wamen Ossy juga didampingi sejumlah pejabat tinggi ATR/BPN, termasuk Wida Ossy Dermawan (Wakil Pembina IKAWATI), Yulia Jaya Nirmawati (Dirjen Penataan Agraria), serta tim ahli seperti Rezka Oktoberia, Adjie Arifuddin, dan Hendri Teja.