LAMANINDO.COM, JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menepis isu yang menyebutkan bahwa tanah yang belum bersertipikat akan diambil negara mulai 2026. Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Kementerian ATR/BPN, Asnaedi, menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan.
“Informasi terkait tanah girik yang tidak didaftarkan hingga 2026 akan diambil negara itu tidak benar,” kata Asnaedi di Jakarta, Senin (30/06/2025).
Asnaedi menjelaskan bahwa girik, verponding, dan surat-surat lama lainnya memang bukan alat bukti kepemilikan tanah, namun dapat menjadi petunjuk atas adanya hak lama atau hak adat atas tanah tersebut. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
“Negara tidak akan mengambil atau merampas tanah masyarakat hanya karena belum bersertipikat. Sepanjang tanah tersebut masih dikuasai, memiliki girik, dan penguasaannya nyata, maka tidak ada alasan bagi negara untuk mengambilnya,” tegasnya.
Ia menambahkan, ketentuan yang menyebutkan pendaftaran tanah bekas milik adat wajib dilakukan paling lambat lima tahun mengacu pada Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021. Dengan demikian, batas waktu pendaftaran tersebut jatuh pada tahun 2026.

Namun, kata Asnaedi, ketentuan ini tidak berarti bahwa tanah yang belum didaftarkan otomatis akan disita negara. Justru, ini menjadi upaya pemerintah mendorong masyarakat untuk segera mendaftarkan tanahnya agar memperoleh kepastian hukum melalui sertipikat resmi.
“Kami mengimbau masyarakat untuk tidak panik dan tidak mudah percaya pada informasi yang tidak benar. Sertifikasi tanah penting untuk melindungi hak kepemilikan secara sah di mata hukum,” ujarnya.
Masyarakat juga diimbau untuk memperoleh informasi resmi seputar kebijakan pertanahan melalui kanal resmi Kementerian ATR/BPN, seperti situs www.atrbpn.go.id, akun media sosial resmi, atau Hotline Pengaduan di nomor 0811-1068-0000. (AR/YZ/RED)