LAMANINDO.COM, BATAUGA – Benteng Masiri yang belum lama ditetapkan sebagai salah satu kawasan cagar budaya kini semakin mendapat perhatian. Pemerintah Kabupaten Buton Selatan bersama tim dari Universitas Hasanuddin Makassar dan Balai Pelestarian Kebudayaan XIX Sulselra merancang master plan pengembangan kawasan ini, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia sekaligus menambah pendapatan asli daerah (PAD) di masa depan.
Seminar akhir penyusunan master plan yang digelar Senin (29/9/2025) di Gedung Lamaindo, Batauga, menghadirkan berbagai tokoh budaya, DPRD, OPD terkait, tokoh adat, tokoh masyarakat Kelurahan Masiri, hingga perwakilan Camat Batauga.
Dalam paparannya, tim peneliti mengungkapkan sejumlah fakta menarik mengenai Benteng Masiri. Di dalamnya ditemukan prasasti batu beraksara Arab, meriam tua, serta sebuah makam kuno. Temuan ini dinilai menambah nilai historis dan filosofi benteng yang berdiri di jantung ibu kota Buton Selatan tersebut.
Kepala Dinas Kebudayaan Buton Selatan, La Ode Haerudin, menegaskan bahwa penetapan Benteng Masiri sebagai ikon kebudayaan merupakan keputusan strategis.
“Dari sepuluh objek cagar budaya yang telah ditetapkan, Benteng Masiri kami pilih sebagai ikon karena berada di ibu kota kabupaten, Kecamatan Batauga. Icon harus dimulai dari pusat pemerintahan,” jelasnya.
Haerudin menambahkan, pengembangan Benteng Masiri menjadi bagian dari rangkaian prestasi kebudayaan Buton Selatan dalam beberapa tahun terakhir. Tahun 2022, Desa Burangasi ditetapkan sebagai Desa Budaya oleh Pemerintah Provinsi Sultra. Disusul tahun 2023–2024, daerah ini kembali menerima pengakuan kebudayaan dari Kementerian. Pada 2025, Buton Selatan dijadwalkan mempresentasikan dua warisan budaya, yakni tradisi Tambua dan tari Linda, di tingkat nasional.
Sementara itu, Pj. Sekda Buton Selatan, La Ode Harwanto, menekankan pentingnya master plan sebagai pijakan strategis.
“Benteng Masiri bukan sekadar tumpukan batu, tapi jejak sejarah dan identitas Buton Selatan. Keberadaannya menjadi saksi perjalanan peradaban sekaligus sumber inspirasi kebudayaan, pendidikan, dan potensi ekonomi berbasis pariwisata,” ujarnya.
Menurut Harwanto, penyusunan master plan melalui proses panjang, mulai studi awal, pengumpulan data sejarah dan arsitektur, hingga konsultasi publik. Hasilnya diharapkan tidak hanya menjaga keaslian benteng, tetapi juga memberdayakan masyarakat sekitar melalui pengembangan ekonomi kreatif.
“Masyarakat tidak boleh hanya jadi penonton. Mereka harus ikut terhubung dengan kegiatan pariwisata dan ekonomi kreatif di sekitar benteng. Dengan begitu, Benteng Masiri akan benar-benar menjadi ikon kebudayaan Buton Selatan yang berkelas internasional,” tegasnya.
Selain Benteng Masiri, Pemkab Buton Selatan mencatat sedikitnya 34 benteng lain yang tersebar di berbagai wilayah. Semua ini merupakan warisan leluhur yang kini menjadi fokus pelestarian dan pengembangan. (sr)
