LAMANINDO.COM, KENDARI — Kabupaten Buton Selatan tampil memukau dalam Karnaval Seleksi Tilawatil Quran dan Hadits (STQH) Nasional XXVIII Tahun 2025 di Kota Kendari. Mengusung tema “Pelayaran Zuhud, Buton Selatan untuk Indonesia”, kontingen Buton Selatan menghadirkan kisah spiritual dan sejarah keislaman melalui penampilan empat tokoh besar yang pernah mewarnai perjalanan dakwah di Tanah Buton.
Plt. Kepala Dinas Pariwisata Buton Selatan, Muh. Jusni Siradja, mengatakan bahwa tema Pelayaran Zuhud menggambarkan perjalanan batin masyarakat Buton yang berlayar di lautan luas dengan bekal keikhlasan, kesederhanaan, dan pengabdian kepada Tuhan serta bangsa.
“Buton Selatan ingin menunjukkan bahwa nilai zuhud bukan sekadar ajaran, tetapi juga filosofi hidup yang sudah lama mengakar dalam budaya kami,” ujarnya.
Melalui konsep budaya yang dikemas dramatik dan elegan, Buton Selatan menghadirkan empat tokoh Islam berpengaruh yang menggambarkan kebijaksanaan, toleransi, dan kekuatan iman:
- Syekh Abdul Wahid, diperankan oleh La Ode Haeruddin (Kadis Kebudayaan), adalah ulama abad ke-16 yang mengislamkan Raja Buton ke-6 dan menjadi peletak dasar Kesultanan Buton yang berlandaskan syariat Islam.
- Hatibi Bula, diperankan oleh LM. Idris (Kadis Pertanian), dikenal sebagai ulama karismatik dari Pulau Siompu, simbol toleransi dan persaudaraan dengan suara azan merdunya yang legendaris.
- La Ode Pasombala Jaya, diperankan oleh La Ode Firman Hamza (Kepala BKPSDM), adalah tokoh adat sekaligus pejuang yang melindungi masyarakat Sampolawa dari bajak laut, sosok yang dihormati karena kebijaksanaannya.
- Syekh Tun Muh Kamaludin, diperankan oleh La Ashari (Kadis Pengendalian Penduduk dan KB), merupakan mursyid ulung dengan sanad ilmu yang bersambung hingga Rasulullah SAW.
Jusni menegaskan, keempat tokoh ini menjadi simbol peradaban Islam Buton Selatan yang tumbuh harmonis bersama nilai adat dan budaya bahari.
“Mereka adalah teladan tentang bagaimana agama dan budaya bisa berjalan beriringan. Melalui STQH ini, kami ingin menyampaikan pesan bahwa Islam di Buton Selatan tumbuh dari laut, berakar di tanah, dan berbuah dalam akhlak,” katanya.
Ia menambahkan, Pelayaran Zuhud bukan hanya penampilan seni budaya, tetapi juga ajakan untuk kembali meneladani nilai-nilai keikhlasan, keteguhan, dan cinta damai yang diwariskan para ulama terdahulu.
“Kami ingin Buton Selatan dikenal bukan hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kekayaan nilai spiritual dan sejarah Islamnya,” pungkas Jusni. (sr)