LAMANINDO.COM, PALU – Program Reforma Agraria yang dijalankan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus membuahkan hasil nyata di berbagai daerah. Salah satu kisah suksesnya dapat ditemukan di Kampung Reforma Agraria Duyu Bangkit, Kelurahan Duyu, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Wilayah yang dulunya menjadi lokasi pengungsian pascabencana 2018 kini bertransformasi menjadi sentra kebun anggur produktif. Melalui dukungan program Reforma Agraria, masyarakat setempat berhasil mengubah lahan bekas tempat pembuangan sampah menjadi kawasan ekonomi mandiri.
“Kami bangun kebun anggur ini dari nol. Semangatnya hanya satu: bangkit dan punya penghasilan sendiri. Awalnya kami rugi, tapi tahun 2021 BPN masuk dan membantu kami berkoordinasi dengan pemerintah kota. Setelah itu, banyak hal berubah,” ujar Saifuddin (45), Ketua Kelompok Tani Duyu Bangkit, saat ditemui di kebunnya, Senin (3/11/2025).
Kebun anggur seluas 30 x 34 meter persegi tersebut berdiri di atas tanah pinjaman keluarga. Keterbatasan modal membuat enam anggota pertama kelompok tani harus menggadaikan BPKB motor demi membeli bibit dan perlengkapan dasar. Namun semangat pantang menyerah membuahkan hasil.
Pada tahun 2021, Kantor Pertanahan Kota Palu bersama BPN Sulawesi Tengah hadir melalui program Reforma Agraria untuk memberikan pendampingan dan fasilitasi lintas sektor, mulai dari penyuluhan pertanian, bantuan alat, hingga akses pasar dan wisata.
“Perjalanannya panjang dan tidak mudah. Sebelum BPN datang, panen pertama kami selalu gagal karena hujan membuat anggur busuk. Setelah dapat bantuan memasang plastik UV, tanaman jadi terlindungi. Sekarang kami bisa panen dua hingga tiga kali setahun,” ungkap Saifuddin.
Kini, hasil panen dari setiap petak lahan bisa mencapai Rp90 juta per musim. Di tahun 2025, Kelompok Tani Duyu Bangkit telah mengembangkan 13 titik kebun anggur dengan 13 varietas berbeda.
Kampung Duyu Bangkit juga telah resmi menjadi Kampung Reforma Agraria binaan Kantor Pertanahan Kota Palu, dan menjadi destinasi wisata petik anggur yang ramai dikunjungi wisatawan. Produk anggur lokalnya bahkan sudah menembus pasar luar daerah.
“Dulu kami hanya buruh. Sekarang bisa mengajak orang lain bekerja di kebun sendiri. Itulah makna Reforma Agraria sebenarnya,” kata Saifuddin dengan bangga.
Ia pun menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendampingi kelompoknya hingga mandiri. “Dari yang dulu tidak tahu, sekarang kami jadi paham. Dari yang dulunya kekurangan, kini kami bisa berdiri sendiri. Reforma Agraria bukan cuma soal tanah, tapi bagaimana tanah membuat kami mandiri,” tambahnya.
Manfaat program Reforma Agraria juga dirasakan anggota kelompok lain, Shamsul Alan (42). Ia mengaku kehidupannya jauh lebih stabil sejak bergabung dalam usaha tani anggur.
“Dulu saya berdagang kerudung, hasilnya tidak menentu. Sekarang dengan kebun anggur, penghasilan lebih pasti dan berkelanjutan,” tuturnya.
Kisah petani Duyu Bangkit menjadi bukti bahwa Reforma Agraria bukan hanya tentang pembagian sertipikat tanah, melainkan tentang pembangunan kemandirian dan martabat masyarakat dari akar rumput. (mw/ft/sr)
