Kamis , 18- Desember - 2025
BerandaNASIONALMasalah Tumpang Tindih, Menteri ATR/BPN Dorong UU Administrasi Pertanahan Baru

Masalah Tumpang Tindih, Menteri ATR/BPN Dorong UU Administrasi Pertanahan Baru

LAMANINDO.COM, JAKARTA – Masalah tumpang tindih lahan tidak dapat diselesaikan hanya melalui pendekatan kasus per kasus, tetapi membutuhkan landasan hukum baru yang lebih kuat. Oleh karena itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mendorong perlunya kebijakan nasional yang komprehensif untuk menata ulang administrasi pertanahan di Indonesia.

Dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR RI di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin (24/11/2025), Menteri Nusron mengusulkan penyusunan Undang-Undang (UU) Administrasi Pertanahan sebagai payung hukum pembenahan sistem pertanahan nasional. UU ini, kata dia, perlu memuat masa transisi sebagaimana pernah diterapkan dalam UU Pertanahan sebelumnya.

“Ini perlu ada kesepakatan nasional. Perlu ada Undang-Undang Administrasi Pertanahan baru. Nantinya ada jeda transisi waktu, sama seperti UU Pertanahan yang memberi 20 tahun untuk mendaftar ulang eigendom dan hak-hak barat,” ujar Nusron.

Ia menjelaskan, sebagian besar laporan tumpang tindih sertipikat yang masuk ke Kementerian ATR/BPN berasal dari penerbitan pada rentang tahun 1961–1997. Karena itu, aturan khusus perlu diberlakukan untuk menyelesaikan akar persoalan tersebut.

“Kita umumkan dalam UU itu, pemegang sertipikat yang terbit tahun 1961 sampai 1997 diberi batas waktu, lima atau sepuluh tahun. Setelah itu tutup buku. Kalau tidak, masalah ini tidak akan pernah selesai,” tegas Nusron.

Sejalan dengan itu, Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, menilai pembenahan sistemik mutlak diperlukan. Berbagai persoalan pertanahan tidak semata-mata disebabkan oleh BPN, melainkan oleh tumpang tindihnya regulasi antar kementerian dan lembaga.

“Makna filosofis UU Pokok Agraria adalah keadilan sosial, tapi UU Kehutanan, UU BUMN Nomor 16 Tahun 2025, dan UU Perbendaharaan Negara justru membuat aset terprivatisasi tanpa batas waktu. Secara filosofis saja itu sudah paradoks,” ujar Khozin.

Menurutnya, berulangnya persoalan pertanahan menunjukkan adanya kerusakan sistemik yang harus dibenahi secara menyeluruh. “Ini bukan soal kasus per kasus. Algoritmanya sudah ketemu, hanya locus-nya berbeda. Ada constitutional damage di sana. DPR punya tanggung jawab konstitusional menyelesaikan itu,” tegasnya.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI sekaligus pimpinan rapat, Zulfikar Arse Sadikin, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah pembenahan yang dilakukan Kementerian ATR/BPN. “Komisi II punya komitmen untuk mendukung sepenuhnya apa yang dikerjakan para mitra kerja, termasuk dukungan anggaran,” ujarnya.

Rapat tersebut diikuti para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama Kementerian ATR/BPN, serta disaksikan secara daring oleh jajaran Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan di seluruh Indonesia. (el/yz/sr)

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Populer

Kalau mau Copy, Baca AL-Fatihah 7X