SK Kemendagri Bukan Ajang Jajak Pendapat

0
447

LAMANINDO.COM, KENDARI- Saling dukung dan tolak kebijakan Gubernur Sultra, Ali Mazi atas belum melantik 2 penjabat (Pj) bupati di Sultra yakni Kabupaten Buton Selatan dan Kabupaten Muna Barat nampaknya menyisahkan sejumlah tanya. Teranyar, dukungan atas sikap Gubernur di Bumi Anoa tersebut mengalir dari anggota DPRD Provinsi Sultra saat gelaran Paripurna yang dihelat di Gedung Sidang Utama DPRD Provinsi Sultra beberapa waktu lalu.

Namun sayang, dukungan oleh wakil rakyat Sultra tersebut mendapat sindiran pedas dari pengamat kebijakan publik Sultra. Pasalnya, dukungan yang lantang disuarakan oleh Ketua DPRD Sultra, Abdurrahman Saleh justru diragukan akan menimbulkan polemik dan gejolak di masyarakat.

Pengamat Kebijakan Publik Sultra, La Ode Abdul Wahid menuturkan, penerbitan Surat Keputusan (SK) Kemendagri atas penunjukan penjabat di provinsi, kabupaten/kota di Indonesia merupakan bagian dari tugas Kemendagri. Dimana, hal tersebut juga menjadi hak prerogatif Kemendagri dalam menjalin terselenggaranya roda pemerintahan di daerah dengan baik dan profesional.

“SK Kemendagri bukanlah sesuatu hal yang harus membutuhkan persetujuan politik. Jadi langkah anggota DPRD Sultra dengan menunjukkan dukungannya yang disampaikan sesaat pelaksanaan sidang paripurna DPRD Provinsi Sultra justru menimbulkan keraguan atas kualitas wakil rakyat tersebut,” tuturnya.

Kata dia, SK Kemendagri atas penempatan penjabat di daerah merupakan keputusan yang harus ditindaklanjuti oleh Gubernur selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Dan tidak ada celah bagi seorang Gubernur untuk tidak melakukan apa yang diamanatkan dalam SK Kemendagri itu.

“Ini bukan jajak pendapat yang harus melibatkan seluruh pihak siapa yang mendukung dan siapa tidak mendukung langkah Gubernur Sultra atas penundaan pelantikan 2 Pj bupati di Sultra. Jadi jangan munculkan perbedaan yang justru memicu perdebatan yang akan mengundang konflik di daerah,” ujarnya.

Wahid menilai, seyogyanya Pemprov Sultra selaku perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di daerah harus menindak lanjuti apa yang telah menjadi keputusan Kemendagri atas nama Pemerintah Pusat. Namun demikian, bila nantinya telaah Pemprov Sultra disahuti oleh Kemendagri, maka SK tersebut dapat ditinjau ulang.

“Kita harus memahami dalam SK itu tentu ada satu poin didiktum terakhir yang mengisaratkan SK itu dapat ditinjau kembali manakala terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam pembuatannya. Jadi jangan munculkan bahwa Pemerintah Pusat dengan kekuatan super powernya mengabaikan Pemprov Sultra dengan kekuasaan otonomi daerah,” terangnya.

Pihaknya berharap agar masyarakat Sultra lebih menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang justru merugikan diri sendiri. “Biarlah Kemendagri dan Pemprov Sultra yang bersiteru atas pemahaman akan Undang-undang. Tidak perlu masyarakat yang harus dilibatkan dengan persoalan itu yang pada akhirnya masyarakat menjadi korban atas perbedaan pemahaman kedua belah pihak,” tutup Wahid. (adm)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini