LAMANINDO.COM, BUSEL– Setelah La Ode Budiman ditetapkan sebagai Penjabat (Pj) Bupati Buton Selatan (Busel) terhitung sejak 27 Mei 2022, Pemkab Busel kini kehilangan jendral Aparatur sipil Negara (ASN). Akibatnya, sejumlah tanya kembali menghantui birokrasi yang dimungkinkan akan berdampak pada tingkat pelayanan kepada masyarakat.
Pengamat Kebijakan Publik Sultra, La Ode Abdul Wahid menuturkan, belum terisinya jabatan Sekda Busel hingga saat ini akan menimbulkan sejumlah dampak negatif baik ditingkat pemerintahan maupun pelayanan kepada masyarakat. Mengingat, jabatan Sekretaris Daerah menjadi ujung tombak pelayanan pemerintahan.
“Jangan biarkan persoalan kekosongan jabatan Sekda Kabupaten Busel ini berlarut-larut bahkan harus diisi oleh pelaksana harian. Tanpa Sekda definitif ataupun penjabat sekda dapat dipastikan pelayanan pemerintahan itu akan pincang,” tuturnya.
Kata dia, pelaksana harian jabatan Sekda Kabupaten Busel sesungguhnya hanya bersifat sementara. Terlebih jabatan tersebut (pelaksana harian,red) tidak dapat memutuskan sesuatu hal yang sifatnya krusial dan penting dalam sebuah persoalan.
“Tinggal tanyakan ke Pemkab Busel apakah mereka telah mengajukan pengusulan penjabat Sekda kepada Gubernur Sultra atau belum. Karena pada prinsipnya, setelah Laode Budiman diangkat menjadi Penjabat Bupati Kabupaten Busel harusnya langkah tersebut sudah harus diambil paling lama 5 hari kerja pengusulan itu sudah harus ada di Pemprov Sultra,” tambahnya.
Dia menambahkan, dari fenomena yang dialami oleh Pemkab Busel saat ini yang mana jabatan Sekda diisi oleh pelaksana harian diyakini hanyalah untuk mengisi kekosongan jabatan selama proses pengajuan Penjabat Sekda Kabupaten Busel tersebut diajukan kepada Pemprov Sultra. Apalagi, proses melahirkan penjabat Sekda bukan membutuhkan waktu yang singkat namun membutuhkan sejumlah pertimbangan yang mendalam demi peningkatan pelayanan didaerah.
“Masa jabatan pelaksana harian itu 15 hari. Sementara untuk penjabat sekda itu paling lama 3 bulan masa baktinya. Jadi jangan sampai masa jabatan pelaksana harian Sekda Busel berakhir tapi belum juga dilahirkan penjabat Sekdanya. Itu harus segera dicegat agar roda pemerintahan berjalan dengan baik mengingat posisi Sekda merupakan ketua tim anggaran pemerintah daerah (TAPD),” tegasnya.
Diterangkan, dalam proses penunjukkan penjabat Sekda Kabupaten/kota pada prinsipnya didasarkan usulan kepala daerah kabupaten/kota. Atas dasar usulan tersebut, Pemerintah propinsi akan mengeluarkan rekomendasi menerima atau menyetujui usulan kabupaten/kota dengan sejumlah pertimbangan.
“Tinggal kita lihat kalaupun Pemkab Busel sudah mengusulkan nama calon penjabat Sekda Kabupaten Busel maka Pemprov Sultra dapat memprosesnya dalam jangka waktu 5 hari kerja sejak usulan itu diterima Pemprov Sultra. Kalau usulan itu diterima maka Pemkab Busel segera melakukan pelantikan penjabat Sekda tapi kalaupun itu ditolak maka Pemkab Busel haruselakukan pengusulan kembali nama calon penjabat yang akan menduduki kursi jendral ASN Bumi Gajah Mada,” jelasnya.
Dijelaskan, bila dalam prosesnya usulan Pemkab Busel belum ditindak lanjuti oleh Pemprov Sultra dapat dimungkinkan dan dianggap direstui atau disetujui. Sehingga tidak ada alasan untuk Pemkab Busel menunda-nunda pengangkatan penjabat Sekda demi kepentingan pelayanan kepada masyarakat.
“Permendagri Nomor 91 Tahun 2019 sangat gamblang menjelaskan tentang penunjukan penjabat sekda. Dimana kalau itu untuk tingkat provinsi maka yang melakukan penunjukkan adalah Menteri sedangkan untuk penjabat sekda kabupaten/kota ditunjuk oleh Gubernur,” tutupnya. (adm)