LAMANINDO.COM, BUSEL- Harga beras yang tidak stabil serta menjadi kebutuhan pokok masyarakat menjadi salah satu penyumbang inflasi di Kabupaten Buton Selatan.
Hal ini terungkap saat Pj Bupati Busel La Ode Budiman memimpin Rakorda di aula Lamaindo beberapa waktu lalu.
Diungkapkan Budiman, bahwa terkait penanganan inflasi daerah, telah dilakukan sejumlah tindakan melalui survei pasar. Dan ketahui bahwa harga beras menjadi salah satu penyumbang inflasi di daerah.
“Makanya kita terus dengungkan inovasi Gerakan Satu Hari Tanpa Nasi atau One Day No Rice. Kita tidak boleh tergantung pada beras, apalagi banyak potensi makanan non beras yang bisa ditanam oleh petani kita,” katanya dalam keterangan persnya.
Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dimana barang dan jasa tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat atau turunnya daya jual mata uang suatu negara.
Untuk inflasi Kabupaten Buton Selatan (Busel) lebih dipengaruhi oleh inflasi Kota Baubau. Dimana pada Oktober 2022, Kota Baubau terjadi inflasi yoy sebesar 7,36 persen, atau terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,00 pada Oktober 2021 menjadi 112,73 pada Oktober 2022. Tingkat inflasi mtm sebesar 0,10 persen dan tingkat inflasi ytd sebesar 6,43 persen.
Sejumlah program dalam upaya pengendalan inflasi daerah telah diluncurkan. Pj. Bupati La Ode Budiman sebelumnya mencanangkan Gerakan Tanam Pangan Cepat Panen. Ada pula program Satu Hari Tanpa Nasi (One Day No Rice) dan pemberian Bantuan Sosial (Bansos) serta membangun sinergitas pemerintah daerah dengan pemerintah desa maupun BUMDes.
Program sehari tanpa nasi ini melalui penanaman tanaman cepat panen dengan memafaatkan pekarangan yang “tidur”.
Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman cepat panen seperti sayur-sayuran dan umbi-umbian. Program ini diyakni mampu menghasilkan dan menopang ekonomi masyarakat, khususnya di tingkat keluarga.
Kemudian, gerakan tanam pangan panen cepat ini juga menjadi bagian dari upaya menstabilkan harga-harga di Busel, khususnya terkait dengan kebutuhan sayur-sayuran.
“Hasil tanaman ini bisa dijual di pasar. Ketika masyarakat memiliki uang maka akan berdampak pada daya beli masyarakat yang ikut meningkat. Dengan demikian, inflasi kita bisa kendalikan,” ujar mantan Kadis Kesehatan Busel ini.
Dalam upaya pengendalian inflasi daerah, Pemkab Busel mulai menggaungkan program One Day No Rice atau satu hari tanpa nasi atau dapat dimaknai bahwa dalam sehari harus mengkonsumsi hasil komoditi lokal seperti jagung dan umbi-umbian.
Hal ini merupakan upaya sosialisasi bahwa bahan makanan lokal tidak kurang kandungan gizinya. Selain itu, tujuannya juga agar masyarakat tidak lagi bergantung dengan beras.
Menurut Budiman, program One Day No Rice ini telah didukung dengan peraturan bupati (Perbup). Oleh karena itu, untuk memasyarakatkan program ini Pemkab terus bergerak melakukan sosialiasi melalui OPD teknis maupun pemerintah tingkat desa bahkan mitra-mitra pemerintah daerah seperti organisasi PKK maupun Dharma Wanita.
Meski begitu kendala yang dihadapi saat ini adalah minimnya data stok bahan pangan lokal. Budiman mengintruksikan kepada OPD teknis untuk mengumpulkan data terkait stok umbi-umbian dan jagung di setiap kecamatan dan tingkat konsumsi masyarakat akan komoditi lokal tersebut.
Ia menambahkan kegemaran masyarakat untuk konsumsi makanan lokal ini sudah mulai muncul. “Dan ini kita tingkatkan, bila perlu dua atau tiga hari dalam seminggu itu kita konsumsi makanan-makanan lokal,” tutupnya. (adm)