LAMANINDO.COM, BAUBAU- Prosesi Santiago atau tradisi berziarah ke makam-makam Sultan Buton yang berada dalam kawasan benteng Wolio menjadi agenda rutin jelang peringatan HUT Kota Baubau. Tahun ini kembali digelar dengan balutan pakaian adat yang memesona, Senin (16/10/2023).
Prosesi Santiago pada Haroana Baubau tahun ini diawali kedatangan Pj. Wali Kota Baubau, Dr. Muh Rasman di halaman Istana Sultan Buton (Kamali Kara) yang disambut dengan tarian galangi.
Sesudah peragaan tarian galangi, Pj Wali Kota Baubau dipersilahkan memasuki istana Sultan Buton (Kamali Kara) untuk mengikuti prosesi pengambilan kabubusi yakni air yang diberi wewangian berupa jeruk purut dan kembang kamboja yang akan digunakan untuk menyiram makam Sultan.
Kabubusi tersebut kemudian dipegang oleh Salawatu, seorang Perempuan muda yang mengenakan pakaian kombo dan dipayungi oleh Kenipau (pemegang payung kesultanan) sebagai bentuk penghormatan akan jasa-jasa para Sultan yang pernah memimpin Buton.
Selanjutnya usai prosesi Salawatu memegang Kabubusi, Pj Wali Kota menuju ke Masigi Ogena (masjid keraton Buton) yang dikawal iring iringan Santiago terdiri dari pasukan inti Kesultanan Buton yang disebut dengan Kompaniiya yang dilengkapi dengan tambur (tamburu) dan bendera (tombi).
Selain Kompaniya Santiago dilengkapi dengan salawatu, pau karatasi (payung kertas Kesultanan) para kepala-kepala OPD dan Camat, para prajurit dan para pejabat Kesultanan Buton lainnya. Pada prosesi Santiago ini ikut serta 2 orang moji aparat Masjid Agung Keraton untuk memimpin doa.
Pj Wali Kota Baubau Muh Rasman melakukan ziarah pertama di makan Sultan Buton pertama yakni Sultan Murhum yang tidak jauh dari masigi ogena dan kemudian makam Oputa Yi Koo atau Himayatuddin Muhammad Saydi yang merupakan pahlawan nasional yang makamnya berdekatan dengan makam Sultan Murhum.
Kemudian menuju makam Sultan Buton Dayanu Ikhsanuddin atau dikenal dengan Laelangi Oputa Mobolina Pauna. Selanjutnya makam Sultan Adil Rahim Oputa Mosabuna i Lea Lea, makam Sultan Syamsuddin Lasadaha Oputa Mosabuna i Kaesabu, Sultan Mulhiruddin Abdul Rasyid La Tumparasiy Oputa Mosabuna i Jupanda, dan terakhir berziarah ke makam Sultan Malik Sirullah La Awu Oputa Mopusuruna te Aratana.
Kemudian, prosesi terakhir Santiago adalah kembali ke Kamali Kara bersama perangkat masjid agung Keraton untuk membaca doa sebagai rangkaian akhir Santiago.
Di era Kesultanan Buton, dilaksanakan pada tanggal 2 syawal setelah Isya hingga menjelang sholat subuh yang dimeriahkan oleh pejabat Kesultanan dan Masyarakat. Karena begitu ramai dan meriahnya kegiatan yang berlangsung di hari ke-2 lebaran Idul Fitri ini maka sering disebut “Raraea Malo” yang berarti berlebaran di malam hari.
Di era pendudukan Jepang karena keadaan yang tidak memungkinkan maka Pemerintah Kesultanan Buton mengadakan Santiago di pagi hari tanggal 2 Syawal hingga sore hari menjelang malam. Santiago juga dihadiri para Bonto yinunca (Menteri-menteri yang bertugas di istana), para prajurit dan para pejabat Kesultanan Buton lainnya.(**)