LAMANINDO.COM, KENDARI- Tercatat, pada Maret 2022, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengalami inflasi 0,17 perseni. Dari angka tersebut menggambarkan bahwa inflasi daerah relatif rendah dan terkendali.
Dan atas capaian ini, Gubernur Sultra, Ali Mazi mengapresiasi jajaran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra yang dianggap mampu menjaga dan mengendalikan inflasi di awal tahun 2022 ini.
Kendati demikian, Ali Mazi juga mengingatkan TPID soal tantangan yang akan dihadapi ke depan. Menurutnya, meskipun inflasi saat ini masih relatif rendah dan terkendali, namun tantangan inflasi ke depan tidaklah mudah. Proyeksi inflasi keseluruhan pada tahun 2022 ini diperkirakan akan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yakni 3,67 persen. Dan angka tersebut masih berada pada range sasaran inflasi nasional sebesar 3,01 persen.
Ali Mazi mengatakan, ada empat isu strategis inflasi daerah di Sultra yang memiliki potensi permasalahan yang akan dihadapi di masa mendatang. Pertama, perkembangan subtitusi minyak goreng sawit dengan minyak goreng kelapa dalam, terkait kebijakan pengendalian harga.
Kedua, kelangkaan pasokan dan tingginya harga barang kebutuhan, yang sering terjadi menjelang hari besar keagamaan (Idul Fitri). Ketiga, kondisi cuaca ekstrim yang mempengaruhi jumlah produksi beberapa komoditas. Keempat, panjangnya rantai pasok distribusi komoditas.
“Untuk itu, sinergi kita semua, baik antara pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota), maupun antar sesama organisasi perangkat daerah dan instansi vertikal yang tergabung dalam keanggotaan TPID Sultra harus terus diperkuat dalam rangka pengendalian inflasi,” katanya.
Ditambahkan, inflasi yang rendah dan stabil dapat menjaga daya beli masyarakat serta mengurangi tingkat kemiskinan dan ketimpangan serta mendukung laju pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Orang nomor 1 di Sultra ini juga mengungkapkan, inflasi yang terjadi saat ini cenderung bergejolak terutama dipengaruhi sisi suplai (penawaran) yang berkenaan dengan gangguan produksi dan kelancaran distribusi.
Adapun komoditas yang sampai saat ini masih memberikan kontribusi besar untuk peningkatan inflasi di Sultra adalah komoditas ikan segar, sayuran, daging sapi, bawang, dan minyak goreng.
Tekanan inflasi komoditas tersebut disebabkan terutama oleh keterbatasan pasokan akibat kondisi cuaca, pola produksi tahunan, terhambatnya distribusi dari daerah pemasok, baik antara kabupaten/kota di Sultra ataupun dari luar Sultra akibat kondisi surplus/defisit yang tidak merata.
Mengatasi hal tersebut, sejak tahun 2019 Pemprov Sultra bersama Bank Indonesia Perwakilan Sultra, telah menginisiasi penandatangan kesepakatan bersama antar pemerintah kabupaten/kota se-Sultra.
Kesepakatan tersebut telah diimplementasikan dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS) antar daerah, mulai tahun 2021 sampai dengan awal tahun 2022. PKS tersebut yaitu antara Pemerintah Kota Kendari dan Pemerintah Kabupaten Muna pada komoditas sapi potong.
Selanjutnya, Pemerintah Kota Kendari dan Pemerintah Kota Baubau pada komoditas ikan. Kemudian, Pemerintah Kota Kendari dan Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan pada komoditas sayuran.
Selain itu, Pemprov Sultra juga telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Nomor: 511.1/1237 tanggal 9 Maret 2022 kepada Bupati/Walikota se-Sultra untuk menggerakkan kelompok/komunitas di Sultra.
Kelompok atau komunitas tersebut antara lain, Tim Penggerak PKK, KNPI, dan organisasi kepemudaan lainnya, Kadin, Hipmi, sekolah-sekolah, dan UMKM untuk memanfaatkan potensi komoditas kelapa dalam sebagai bahan subtitusi minyak goreng sawit.
Melihat perkembangan inflasi terkini dan tantangan ke depan, serta berdasarkan hasil rekomendasi pada Rapat Koordinasi Wilayah Tim Pengendalian Daerah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Rakorwil TPID Sulampua 2022) pada tanggal 25 Maret 2022 di Provinsi Sulawesi Selatan, terdapat prioritas langkah pengendalian inflasi yang perlu segera dilaksanakan bersama.
Pertama, penguatan Kerjasama Antar Daerah (KAD), terutama untuk komoditas potensial yang memberikan andil pemicu inflasi. Kedua, menyiapkan data pendukung/neraca pangan bulanan daerah.
Ketiga, mendorong peran keterlibatan BUMD selaku agregrator kerjasama antar daerah. Keempat, penguatan sinergitas berpola koordinasi dan kolaborasi kebijakan dalam upaya mengendalikan inflasi, berdasarkan Strategi 4K (memastikan ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif) tetap terjaga pada seluruh kabupaten/kota di Sultra. (adm)