LAMANINDO.COM, BUSEL– Kabupaten Buton Selatan (Busel) menjadi daerah tertinggi angka penderita stunting dari 17 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan persentase sekitar 35 persen di tahun 2022 ini.
Di banding tahun sebelumnya yang mencapai angka 45 persen, angka stunting di daerah ini terus mengalami penurunan seiring gencarnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Busel melakukan upaya penanggulangan dan penanganan stunting di daerah. Dan upaya tersebut tidak hanya melibatkan unsur pemerintah, melainkan semua stakeholder yang ada di daerah turut dilibatkan.
Terkait tingginya angka stunting di Busel ini, Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan (Lalitbang) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) RI, Prof. Muhammad Rizal Martua Damanik mengaku tidak begitu yakin dengan persentase tersebut. Pasalnya, Busel memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah.
Ia mencontohkan, sektor kelautan dan perikanan dimana Busel sebagian besar wilayahnya adalah laut, ditambahlagi sektor perkebunan dan sektor lainnya juga begitu menjanjikan, dengan demikian kebutuhan gizi masyarakat pasti terpenuhi. Jika kemudian Busel justru menjadi daerah tertinggi persentase stuntingnya di Provinsi Sultra, itu sangat bertolak belakang dengan potensi sumberdaya alam daerah ini.
“Saya lihat Buton Selatan ini memiliki sumber daya alam yang melimpah. Lautnya luas dan pasti hasil ikannya melimpah. Sektor perkebunan juga menjanjikan. Dengan kekayaan alam ini, kebutuhan gizi masyarakat pasti bisa terpenuhi dengan baik, dan angka stunting dapat ditekan,” jelas Prof. Damanik kepada rekan media, beberapa waktu lalu.
Berbicara soal penanganan stunting lanjut dia, tidak melulu sektor kesehatan, BKKBN, atau sektor pertanian yang bisa menangan persoalan ini. “Kalau kita berbicara stunting, gangguan tumbuh kembang anak akibat kurang gizi. Artinya, makanannya kurang bergizi. Pertanyaannya, apakah di Buton Selatan ini tidak ada makan yang bergizi? Padahalkan ada banyak, lautnya luas banyak ikannya, pertanian dan perkebuhanan juga ada dan sangat potensial untuk pemenuhan kebutuhan gizi, kenapa tidak digarap ini?
Prof. Damanik mengatakan, ketika Busel mendapat predikat tertinggi penderita stantingnya, berarti ada yang tidak maksimal. Misalnya, kenapa masyarakat tidak manfaatkan dan kelola potensi daerah ini untuk pemenuhan kebuhan gizi, mungkin karena kurang pengetahuan. Bicara soal pengetahuan, berarti Dinas Pendidikan yang harus maksimal, misalnya pemberian pengetahun tentang pencegahan stunting bagi siswa melalui para guru di sekolah.
Setelah pendidikan atau pengetahuan, ada faktor ekonomi. Peningkatan ekonomi masyarakat juga menjadi faktor yang yang sangat penting dalam upaya menurunkan angka stunting di Buton Selatan. Menurut dia, jika ekonomi masyarakat tumbuh, daya beli meningkat, masyarakat juga pasti memiliki kemampuan untuk belanja pemenuhan kebutuhan gizi dalam keluarga.
Selanjutnya kebutuhan air bersih. Ini liding sekornya ada di Dinas Pekerjaan Umum. Sektor ini juba sangat penting untuk memastikan setiap keluarga atau setiap rumah tangga di Buton Selatan terpenuhi kebutuhan air bersinya.
“Karena ini bukan hanya tanggung jawab Dinas Kesehatan, BKKBN atau Dinas Pertanian tapi menjadi tanggung jawab semua organisasi perangkat daerah dan semua stakeholder. Oleh karena itu Pemkab Buton Selatan harus konvergensi, harus memiliki visi misi yang sama sehingga memudahkan Pj. Bupati Buton Selatan, La Ode Budiman untuk bisa mengatasi persoalan stunting di daerah ini,” kata Prof. Damanik menyarankan.
https://youtube.com/channel/UCbsz3cBkTx3exRVgbIga0jQ
Sementara itu, Pj. Bupati La Ode Budiman mengakui angka stunting di Busel masih sangat tinggi. Namun demikian, upaya untuk menekan angka stunting terus dilakukan. Terbukti, jika tahun 2021 lalui pada posisi 45 persen, tahun 2022 ini turun menjadi 35 persen.
Budiman juga optimis angkat tersebut akan terus berkurang seiring gencarnya upaya yang dilakukan selama ini. Oleh karena itu, pihaknya juga meminta semua OPD lingkup Pemkab Busel bersinergi menyamakan visi misi penanganan stunting, sehingga targen nasional, 14 persen tahun 2024 bisa tercapai.
“Kita ketahui, masalah stunting menjadi prioritas nasional. Dan saat ini, Buton Selatan masih yang tertinggi di Sulawesi Tenggara. Jadi saran Pak Prof (Muhammad Rizal Martua Damanik) untuk konvergensi penanganan stunting ini menjadi spirit buat semua stakeholder di daerah,” ujarnya.
Budiman mengakui, penurunan angka stunting menjadi tugas yang berat. Untuk itu pihaknya menekankan agar semua OPD lingkup Pemkab Busel bersinergi sehingga penurunan angka stunting di Busel seperti yang dicita-citakan bersama dapat tercapai. Terlebih, pemerintah daerah juga telah melakukan intervensi anggaran untuk tahun 2022 ini yang terbilang tidak sedikit untuk menuntaskan masalah stunting. (adm)