
LAMANINDO.COM, MAGELANG – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyoroti percepatan reforma agraria dan optimalisasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dalam pembekalan bagi kepala daerah di Magelang Retreat, Kompleks Akademi Militer Magelang, Kamis (27/2/2025). Ia menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah (Pemda) dalam mempercepat legalisasi aset tanah serta mendukung investasi melalui kepastian tata ruang.
Dalam paparannya, Menteri Nusron mengungkapkan bahwa dari 70 juta hektare Areal Penggunaan Lain (APL) di Indonesia, sebanyak 55,9 juta hektare atau 79,5 persen telah terpetakan dan bersertifikat. Sementara itu, masih terdapat 14,4 juta hektare lahan yang belum memiliki kepastian hukum.
“Masih ada sekitar 20,5 persen tanah yang belum terpetakan. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan agar seluruh tanah memiliki kepastian hukum dan dapat dimanfaatkan secara optimal,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bahwa kepastian hukum atas tanah berdampak signifikan pada perekonomian daerah, termasuk dalam penerimaan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang mencapai Rp23 triliun per tahun.
Dalam upaya redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), Menteri Nusron mengingatkan adanya tantangan berupa moral hazard dalam penentuan penerima manfaat. Ia menegaskan bahwa mekanisme distribusi lahan harus benar-benar tepat sasaran agar masyarakat yang berhak mendapatkan akses kepemilikan tanah.
Selain itu, ia menyoroti keterlambatan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) oleh Pemda yang berdampak pada minimnya ketersediaan RDTR. Dari target 2.000 RDTR yang dibutuhkan, baru 619 yang tersedia. Kondisi ini berisiko menghambat perizinan investasi dan pembangunan daerah.
“Penyusunan RDTR harus dipercepat agar investasi dapat masuk dengan lebih mudah dan perekonomian daerah dapat berkembang lebih cepat,” tegasnya.
Menteri Nusron juga menyoroti tingginya angka sengketa tanah akibat ketidakakuratan data riwayat kepemilikan dan administrasi pertanahan. Ia mencatat bahwa sekitar 80 persen konflik agraria disebabkan oleh tumpang tindih kepemilikan akibat kelalaian dalam pencatatan.
“Peran aparatur desa menjadi kunci dalam memastikan kejelasan riwayat tanah dan menghindari permasalahan hukum di kemudian hari,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya perlindungan lahan sawah dari alih fungsi, optimalisasi penilaian tanah dalam sistem pajak, serta percepatan pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional.
Acara pembekalan ini turut dihadiri oleh sejumlah menteri dan kepala lembaga negara sebagai narasumber. Menteri Nusron didampingi oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Harison Mocodompis, serta Tenaga Ahli Bidang Komunikasi Publik, Rahmat Sahid. (LS/RT/AL/ADM)