LAMANINDO.COM, BUSEL– Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton Selatan (Busel) nampaknya perlu dipertanyakan. Betapa tidak, dengan gaji yang selangit yakni mencapai Rp 24,5 juta per bulan diyakini tak berbanding lurus dengan beban kerja yang diembannya.
Terbukti, dalam produk peraturan daerah yang ditelurkan para wakil rakyat Bumi Gajah Mada itu belum satupun yang berhasil ditetapkan. Bahkan yang lebih ironisnya lagi, sejak ditetapkan menjadi anggota DPRD Busel tahun 2019 silam, belum ada Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dari inisiatif dewan yang berhasil disahkan.
Hal tersebut nampaknya berbanding terbalik dengan gaji dan tunjangan yang diperoleh para legislator Bumi Gajah Mada itu. Dimana, para wakil rakyat tersebut mendapat upah tunjangan perumahan sebesar Rp 5 juta perbulannya dan tunjangan lain-lain yang melengkapi gaji para pejabat politik itu.
Sekretaris DPRD Busel, La Ode Nurunani menuturkan, penerimaan gaji dan tunjangan masing-masing wakil rakyat di Bumi Gajah Mada diyakini berbeda-beda. Dimana, gaji tertinggi justru diterima oleh para anggota dewan dengan total gaji mencapai Rp 24,5 juta perbulannya.
“Kalau unsur pimpinan DPRD Busel itu gajinya lebih rendah dari penerimaan yang diperoleh 17 anggota lainnya. Karena para unsur pimpinan tersebut diberi fasilitas lain yang tidak diterimakan oleh anggota lainnya tapi pembedanya itu paling Rp 2 jutaan saja,” tuturnya
Selain mendapat dana tunjangan yang melekat pada gaji, lanjut Nurunani, setiap wakil rakyat juga mendapat suntikan dana dari dana reses untuk bertemu konstituennya. Dimana setiap masa sidang 4 bulan sekali para anggota DPRD Busel diberi bekal untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya.
“Kalau dana reses itu kami siapkan sebesar Rp 300 juta untuk seluruh anggota DPRD Busel. Jadi setiap tahunnya para anggota diberi dana untuk reses sebesar Rp 15 juta. Dan itu dana yang melekat setiap tahun dana reses itu,” tambahnya.
Nurunani menjelaskan, dalam laporan pertanggungjawaban dana reses anggota DPRD Busel hanya dikuatkan dengan laporan kegiatan di daerah pemilihannya. Namun tatkala wakil rakyat itu tidak turun menyerap aspirasi di daerah pemilihan, maka dana tersebut tak akan diberikan.
“Sebenarnya gaji pokok anggota DPRD Busel itu hanya sebesar Rp 4 juta lebih saja. Tapi kalau kita kumulatifkan dengan tunjangan yang melekat sebagai wakil rakyat, maka setiap bulannya para anggota itu mendapat penghasilan beragam dari Rp 19 juta lebih untuk ketua, Rp 22 juta lebih untuk wakil ketua dan Rp 24,5 juta untuk masing-masing anggota,” jelasnya.
Saat ditanya fenomena produk yang ditelurkan, Nurunani tidak dapat bercerita banyak. Hanya saja, untuk produk legislasi, DPRD Busel baru mampu merencanakan pembentukan tiga Perda inisiatif sejak dilantik tahun 2019 silam.
“Kalau produk legislasi selama tiga tahun terakhir ini belum ada satupun Peraturan Daerah inisiatif dari di dewan. Tapi di tahun 2022 ini ada Rancangan Peraturan Daerah yang akan didorong untuk dibahas yakni Raperda tentang penguatan kelembagaan adat, Raperda bantuan hukum bagi masyarakat miskin dan Raperda ekonomi kreatif,” tutupnya. (adm)